Senin, 06 Oktober 2014
Pengukuran dan Analisis Kinerja Operasional Pembangkit Menggunakan Data Envelopment Analysis dan IEEE standard 762-1987 (Studi Kasus di PT Indonesia Power Unit bisnis Pembangkitan Semarang)
Pengukuran kinerja diperlukan untuk mengetahui seberapa efisien anak perusahaan bekerja untuk memenuhi tuntutan perusahaan di tengah keterbatasan sumber daya yang ada. Ketika pengukuran kinerja dibuat, maka akan muncul serangkaian unit pengambilan keputusan yang digunakan untuk membandingkan sumber-sumber mana yang memiliki potensi atau menjadi sumber ketidakefisienan perusahaan. Faktor evaluasi ini dapat digolongkan ke dalam faktor input dan output. Sebagai perusahaan yang berproduksi berdasarkan voltage demand, maka keandalan sentral pembangkit menjadi kunci pemenuhan permintaan terhadap tegangan listrik di Jawa-Bali. Sesuai dengan karakteristik unit bisnisnya, Unit Bisnis Pembangkitan Semarang digolongkan dalam pembangkit jenis thermal. Sehingga pengukuran keandalan sentral pembangkit untuk mengubah energi menjadi tolak ukur kinerja operasional unit ini.
Keandalan operasi suatu sentral pembangkit menurut Marsudi (1997) dapat dilihat dari besarnya cadangan daya yang tersedia dan jumlah gangguan yang terjadi selama periode operasi. Pengukuran keandalan sentral pembangkit mengacu pada definisi-definisi yang terdapat pada IEEE Standard 762-1987. Standar ini merupakan standar definisi formal yang digunakan sebagai acuan pada pembangkit yang beroperasi berdasarkan beban yang mendefinisikan lebih dari 66 terminologi yang berkaitan dengan keandalan dan 25 indeks performansi.
Pengukuran efisiensi tiap Sentral Pembangkit dilakukan menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA). DEA adalah salah satu metode evaluasi efisiensi kinerja yang banyak digunakan untuk mendapatkan efisiensi relatif suatu perusahaan. DEA telah digunakan secara luas untuk mengukur efisiensi kinerja berbagai perusahaan dan memungkinkan untuk diaplikasikan sebagai perbandingan (benchmarking) pada perusahaan sejenis. Karena kondisi efisiensi 100% sukar dicapai akibat keterbatasan kemampuan sumberdaya, maka dilakukan pengukuran efisiensi relatif. Efisiensi relatif berarti nilai suatu obyek tidak dibandingkan dengan kondisi ideal namun dibandingkan dengan nilai efisiensi obyek lain.
Dari hasil pengukuran efisiensi relatif dari tiap sentral pembangkit pada setiap bulan sepanjang tahun 2006 dan 2007, nilai efisiensinya telah mencapai nilai 1 yang berarti bahwa penggunaan input maupun output pada kondisi masing-masing periode telah optimal. Namun untuk rata-rata tahun 2006, unit 3 memiliki nilai efisiensi relatif terendah yaitu 0,85 dengan bobot faktor dominan dimiliki oleh produksi netto. Produksi netto yang rendah disebabkan oleh berkurangnya waktu produksi akibat outage dan konsumsi bahan bakar untuk peralatan subtitusi atau pendukung selama terjadi outage.
Dari pengukuran keandalan pembangkit pada tahun 2006 terjadinya outage terutama pada sentral pembangkit Tambak Lorok 3 menyebabkan avaibilitas pembangkit berkurang karena penghentian produksi dan penurunan kapasitas untuk mencegah kerusakan yang lebih besar. Sedangkan pada tahun 2007, terjadi penurunan outage akibat gangguan namun avaibilitas pembangkit cenderung lebih rendah karena terjadi proses pemeliharaan periodik pada sentral pembangkit untuk mengatasi permasalahan yang terjadi tahun 2006 sehingga diharapkan pada tahun 2008 gangguan yang mungkin terjadi dapat diminimalkan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar